About

Pada hari Selasa, tanggal 27 Februari 1605 di “Benteng Victoria” Ambon dilaksanakan ibadah pertama dari De Protestantche Kerk in Nederlandsch-Indie yang kemudian dipandang sebagai awal dari adanya gerakan Protestan di Indonesia bahkan di Asia, mendahului gerakan Protestan di Amerika Utara (1607). Momentum historis inilah yang dijadikan hari berdirinya De Protestantche Kerk in Nederlandsch-Indie, yang kemudian di Indonesiakan menjadi GEREJA PROTESTAN di INDONESIA (GPI).

Seiring dengan berpindahnya kedudukan Gubernur Jenderal Belanda ke Batavia di tahun 1619, maka De Protestantche Kerk in Nederlandsch-Indie juga beralih kantor pusatnya ke Batavia, Jakarta sekarang. Karena misi untuk mewartakan Injil ke seluruh Indonesia yang kemudian diemban oleh De Protestantche Kerk in Nederlandsch-Indie, maka dari Maluku menyebarlah pelayanan De Protestantche Kerk in Nederlandsch-Indie ke seluruh persada Nusantara, secara bertahap dengan tantangan dan pergumulan yang berbeda di setiap daerah dan masanya. Pergumulan dan tantangan pelayanan karena luasnya geografis, dan spesifiknya persoalan yang dihadapi, maka di tahun 1927, muncul ide untuk memilah wilayah pelayanan dari De Protestantche Kerk in Nederlandsch-Indie agar wilayah-wilayah dapat dijangkau dan pelayanan lebih efektif.

Pertemuan para pendeta tahun 1927 diambil satu kesepakatan yaitu: Keesaan Gereja harus tetap dipertahankan, tetapi wilayah-wilayah diberi kemandirian yang lebih besar untuk mengatur pelayanan di wilayah masing-masing. Kesepakatan inilah yang mengikat setiap Gereja yang dimandirikan untuk menjaga ke-esa-an. Karena itu, di mana ada Gereja Bagian Mandiri dari De Protestantche Kerk in Nederlandsch-Indie tidak dibenarkan adanya Gereja Bagian Mandiri lainnya berdiri.

Dasar Teologis dari keesaan dan persaudaraan inilah yang menjadi pijakan dan disekapati, harus dijaga dan dipelihara oleh Gereja-Gereja-Gereja Bagian Mandiri yang dilahirkan dari satu “Induk” yakni De Protestantche Kerk in Nederlandsch-Indie. Karena itu, pada hakikatnya, De Protestantche Kerk in Nederlandsch-Indie adalah pewujudan dari Gereja Kristen Yang Esa sebagaimana Doa Tuhan Yesus kepada umat (Yohanes 17). Inilah yang melatar belakangi mengapa “De Protestantche Kerk in Nederlandsch-Indie” tetap eksis sampai kini.

Berawal dari kesepakatan tersebut, maka pada Rapat Besar tahun 1933, jemaat-jemaat di Minahasa, Maluku dan Timor diberi kebebasan untuk menjadi Gereja Bagian Mandiri dalam persekutuan dengan De Protestantsche Kerk in Nerderlandsch-Indie. Kemudian secara bertahap Jemaat-jemaat di Bagian Timur dimandirikan, Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) tahun 1934), Gereja Protestan Maluku (GPM) tahun 1935, Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) tahun 1947. Pada Sidang Sinode Am De Protestantsche Kerk in Nederlandche-Indie 30 mei- 10 Juni tahun 1948 di Bogor ditetapkan bahwa jemaat-jemaat yang berada di Bagian Barat dari ketiga Gereja Bagian Mandiri tersebut dimandirikan menjadi, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB).

Dalam sidang besar tersebut diputuskan, bahwa nama: De Protestantsche Kerk in Nederlandche-Indie di Indonesiakan dengan nama; Gereja Protestan di Indonesia (GPI). Pada 1 Januari tahun 1937 Gereja Protestan di Indonesia (GPI) menyerahkan seluruh wilayah Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah menjadi tanggung jawab pekabaran Injil dari Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM). Dari pekabaran Injil GMIM ini, maka pada tanggal 18 Desember 1964, bertempat di Gereja Sentrum Manado diresmikanlah wilayah pelayanan tersebut menjadi Bagian Gereja Mandiri dari Gereja Protestan di Indonesia, yakni: Gorontalo, menjadi Gereja Protestan Indonesia di Gorontalo (GPIG), Toli-toli menjadi Gereja Protestan di Buol Toli-toli (GPIBT) dan Donggala/Palu, menjadi Gereja Protestan Indonesia di Donggala (GPID),

Pada saat itu Ketua Sinode AM Gereja Protestan di Indonesia adalah Ds. Rein Markus Luntungan, yang sekaligus sebagai Ketua Sinode GMIM. Kemudian di tahun 1976 dimandirikan wilayah pelayanan Luwuk Banggai menjadi, Gereja Kristen Luwuk Banggai (GKLB). Kebutuhan penanganan pelayanan yang didukung oleh kemandirian organisasi juga di alami GPM di wilayah pelayanan Maluku dan Irian Jaya, sehingga di tahun 1985 berdirilah Gereja Protestan Indonesia di Papua (GPI-Papua). Kebutuhan kemandirian kemudian terjadi di wilayah Luwuk Banggai di tahun 2000, kemudian wilayah Banggai Kepulauan di mekarkan menjadi Bagian Gereja Mandiri dengan nama Gereja Protestan Indonesia di Luwuk Banggai (GPIBK). Karena di dorong oleh rasa seazas, rasa persaudaraan dan keesaan Gereja, maka Indonesian Ecumenical Christian Church (IECC) tahun 1998, dan Gereja Masehi Injili di Talaut (GERMITA) tahun 2002, menyatakan diri bergabung ke dalam persekutuan Gereja-Gereja dalam lingkup GPI. Sampai kini keanggotaan Gereja Bagian Mandiri dalam lingkungan Gereja Protestan di Indonesia menjadi dua belas Sinode dengan kantor pelayanan Badan Pelaksana Harian Sinode Am di “Balai Agoeng”, Medan Merdeka Timur No. 10 Jakarta Pusat.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s